Langsung ke konten utama

Matsumo Tama Mahendra



Setelah sekian abad ( alay amat yak?) telah vakum, kini , saya, Okta Mahendra mengeluarkan cerbung terbaru setelah Oppa Andrew, dengan judul Matsumo Tama Mahendra. Garapan cerbung ini menindak lanjuti keinginan saya yang akhir- akhir ini cukup free dari kesibukan kuliah yang selalu main keroyokan. Pengen tau ceritanya? Let’s face it. Check this out!!

Matsumo Tama Mahendra
               Created By : Okta Mahendra                                                        ( Andrew D’Rainfall Acson)




“Kriiing .... Kriiing... Kriiing”

“Kriiing .... Kriiing... Kriiing”

“Kriiing .... Kriiing... Kriiing”

“Kriiing .... Kriiing... Kriiing”

“Kriiing .... Kriiing... Kriiing” jeritan waker mengaung keras menjejali sesak seantero isi  kamar berwarna biru, dengan poster besar bergambar JKT48 tim K, tepat di sudut kanan ruangan.

                Umhhh,” desahan malas dari seorang remaja berkaca mata minus, yang memang menggambarkan kemalasannya.

            “ Tama..! Tama...! Bangun udah siang Nak! Katanya mau berangkat audisi. Ini udah pukul delapan lho. Buruan bangun! Ntar telat! Apa gak denger waker kamu tuh kayak petasan dari tadi kayak gitu, masih aja gak bangun! Buruan , buruan. Mandi, trus sarapan!” celoteh seorang wanita berumur 35an tahun. Ya! Dia mama dari anak remaja yang memang sedang malas untuk bergegas bangun itu. Ya remaja itu ; Tama, Matsumo Tama Mahendra. Remaja blasteran Jepang berkaca mata minus setengah. Ayahnya Matsumo Tama yang memang asli berkebangsaan Jepang, dan mama Arlin, asli keturunan Jawa Lampung. Remaja yang sangat di manja di rumah . Anak pertama dan satu – satunya buah pernikahan Matsumo Tama dan Arlin, Mereka sungguh menyayanginya lebih dari apapun di dunia ini.

            “ Jam berapa ini Ma?” ucap Tama, malasnya, tangannya sibuk meraba-raba di mana letak kaca mata miliknya.

            “ Liat sendiri tuh!” sahut mama Arlin.

            “?????”



            Bergegas Tama berlari ke arah kamar mandi yang berada satu ruangan dengan kamar dan melemparkan selimut biru miliknya tak tentu arah, ketika mengetahui bahwa waktu menunjukkan pukul 07:45 WIB. Psssh! Anak itu memang selalu seenakanya! Tidak salah memang, efek hasil dari kemanjaannya selama ini. Bahakn kemanjaan yang amat berlebih.



            “ Mama kok gak bangunin sih! Kan Tama udah bilang. Bangunin Tama pukul 6 ?!” teriak Tama dari dalam kamar mandi sembari melepas kancing piyama miliknya satu persatu.

            “ Mama udah bangunin dari tadi , sayang. Tama aja susah dibangunin.” Sahut Mama Arlin sembari memungut selimut biru Tama, dan melipatnya.

            “ Pssshhh!!!” dengus Tama.



15 menit kemudian...

            “ Tama berangkat audisi dulu ya Ma” tegas tama

            “ Makan dulu! Mama udah masakin jamur kesukaan kamu tuh! “Sahut mama Arlin.

            “ Udah telat Ma, udah gak keburu, nanti aja dheh.”

            “ Eh. Ntar sakit.”

            “ Ah Mama, Tama kan bukan anak kecil lagi.”

            “ Eith, duduk dulu. Nih mama udah siapin. Udah mama ambilin. Sini mama suapin.”

            “Aih.... Mama , 20 menit lagi udah di mulai audisinya!’

            “ Ya udah , udah. Ni buat bekal. Nanti di makan! Jangan lupa!” menyodorkan sebuah bekal .

            “Apa ini ?”

            “ Sandwich telor kesukaan kamu.”

            “Ya udah dheh”

            “ Sini mama masukin ke dalam tas.”

            “!!”

            “ Hati-hati di jalan. Jangan lupa do’a biar gak ada apa – apa di jalan. Muachh..” ucap mama Arlin saraya mencium pipi anak kesayangannya.

            “ Ya udah Tama berangkat. Assalamu’alaikum...”

            “ Ea. Waalaikumsalam... Hati-hati ya sayang!”

            “ Iya....” jawab Tama, mengambil sepeda dari dalam garasi.



            Udara begitu sejuk hari ini. Mentari bersinar hangat memancar dalam kedamaian pagi. Burung- burung berlarian menjaga kesunyian agar menjadi keramaian yang beralur melodi indah, layaknya melodi yang ke luar dari nyanyian syair syahdu para pujangga Mesir. Tak mau kalah, bunga berterbangan , meliuk merdu mengantar dan menemani Matsumo Tama Mahendra yang hari ini akan mengikuti audisi menyanyi di salah satu televisi suasta ternama di Indonesia.

            “ Aduh, mudah-mudahan gak telat Ya Allah” bisik Tama dalam hati, matanya sibuk melirik jam tangan berwarna biru di pergelangan tangan kanannya. Kakinya terus mengayuh pedal sepeda menuju rumah Nabilah. Nabilah? Siapa Nabilah? Sejak kapan dia masuk dalam alur cerita ini? Aih!

            Aih Bodohnya!  Nabilah ! Ya Nabilah! Siapa lagi coba? Teman yang selama ini selalu dekat dengan Tama. Tapi Tama yang merasakan hal beda dari Nabilah, gadis itu, gadis yang selalu duduk di depan bangkunya di kelas. Hanya dia bisa mengaguminya dari belakang. That stupid side.

           

5 menti kemudian...

( Di rumah Nabilah)

            “ Bil, Nabilah! Na bi Lah” Teriak Tama dari balik pagar rumah Nabilah.

            “ Nabilah! Keluar dong!” Teriaknya kembali.

           

            Tama memang selalu bersama dengan Nabilah, seperti hari ini, mereka telah berjanji akan mengikuti audisi menyanyi bersama.



            “ Nabilah! Ayok! Udah telat ni, ntar kita keabisan formulir lho!” Teriak Tama lebih keras.



            “ Ea bentar bawel!” Sahut Nabilah dari balik pintu rumah, dan sekarang tepat di depan Tama, tepatnya di balik pagar yang ada di hadapan mata Tama.



            Sejenak  mata Tama berhenti dalam satu posisi. Ya! Mata itu tepat berhenti pada Nabilah. Bagaimana tidak, hari ini sosok gadis idamannya begitu cantik, berbalut short dress berwarna biru ktak kotak dengan hiasan kepala berbentuk pita berwarna biru pula;  yang memang warnanya sama dengan pakaian Tama; jaket biru bertopi, dan celana selutut berwarna cream dengan sepatu khas ala boyband Korea. Mereka memang serasi. Nabilah yang begitu cantik, dengan mata berkornea cokelat, seperti gadis- gadis Korea yang memang masih berumur 16 tahun; dan Tama, cowok ini memang tampan, kulitnya yang putih dan bersih, dan selalu berkaca mata, yang selalu dilirik banyak remaja gadis. Perfectionist.!

            “ Eh ngapain kamu ngelamun gak jelas!” celoteh Nabilah.

            “ Ah iya. He he..” ceringis Tama.  “ Ya udah buruan naik di belakang. Kalok gak, naik aja di hatiku!”

            “ Jiah, gombal. Kayak raja gombal gak laku. Hahaha!” ejek Nabilah sembari duduk di dudukan belakang sepeda Tama.

            “ Pegangan!”

            “ Aih Bawel kayak emak-emak gak dapet uang belanja!”

            “ Ehehe”





            ( Sesampainya di tempat audisi)

            “ Aduh udh sepi nih Bil!” cemas Tama.

            “ Iya Tam. Apa udah selesai ya? Mending kita masuk aja dulu kalik.” Jawab Nabilah.

            “ Iya dheh, Ayo”  tanpa sadar Tama menggandeng tangan Nabilah ,erat.

           

            ( Di dalam ruang audisi)

            “ Kak, kita mau ikut audisi, masih bisa?” tanya Tama penuh cemas terhadap salah satu juri audisi, tangan kanannya masih memegang tangan kiri Nabilah, tanpa sadar. Ah anak ini, jika sedang hilang akal, tangannya selalu berantakan That’s bad habit.

            “ Aduh, maaf dek, ini udah ditutup pendaftarannya. Kami tinggal nunggu itu doang, tinggal satu-satunya peserta.” Jawab juri audisi sambil menunjuk peserta audisi di dalam ruang audisi.

            “ Please Kak. We want it more. We are waiting this moment” Pinta tama memelas.

            “ Aduh gimana ya. Sebentar, saya tanya dulu sama manager nya.”



(5 menit berlalu)

Tama dan Nabilah masih saja gelisah. Wajah mereka penuh dengan harap dan kecemasan.

“ Dek, kami bisa menerima peserta lagi.” Ucap juri audisi seraya memberikan formulir pendaftaran. “ Ini formulirnya diisi dulu masing- masing, kalok udah selesai, berikan formulirnya ke saya.”

“ Iya . baik. Makasih banyak kak.” Tegas Tama dan Nabilah bersamaan.

            Mereka mengisi formulir audisi dengan hati-hati. Mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.

           


Really kesempatan dan peluang besar yang sangat diinginkan dan diimpi-impikan oleh siapapun. Layaknya perahu yang tiba-tiba datang ketika terapung-apung di tengah- tengah samudera , ketika seekor hiu martil dengan giginya yang pake behel kayak boyband Indonesia , pake lipstik tebal kayak salles rokok (aih gue alay amat yak narasinya? :D), mencoba mengoyak tubuh , tapi perahu itu datang menghampiri, dan terbang menuju angkasa dan  menoros di antara bermiliaran bintang terang di sana, dan melihat bintang terindah, yang paling terang diantaranya, yang sedang bernyanyi dengan syair melodi indah di atmosfir.  Ya! Memang merdu, melodi itu seperti lantunan syahdu dari Afgan yang menyanyi di tengah keheningan malam, menepis dan menerobos fatamorgana malam yang selalu menipu di dalam hati insan. Kesunyian yang menjadi kedamaian hati penuh pelita riuh nan elok berkat nyanyian syair melodious. Layaknya kemerduan irama seryoza kala senja menjenguk dan mengintip dari balik jendela di atas bukit nan hijau dengan berbagai pohon pinus dan cemara yang saling asyik bercanda riuh penuh kehangatan, yang sebenarnya dinginnya tak tertahankan hinnga menusuk kulit ari dan putihnya tulang di jiwa ini.

“Kita beruntung banget Bil. Untung aja jurinya hatinya pink banget kayak hati aku. Hahahha!” ceriwis Tama memecah keheningan. Ya, memang hening, bagaimana tidak, peserta audisi terakhir yang tadi sedang audisi menyanyi dengan suara lantang, sudah duduk di antara rimbunan para audisi yang memasang muka penuh harap dan cemas. Cemas? Benarkah cemas? Bukankah ini hanya audisi pencarian bakat menyanyi tingkat televisi yang banyak mengonggok pada akhirnya adalah penyanyi yang belum tentu berkualitas? Cuma cari sensasi belaka? Dan belum tingkat internasional? Ah biarlah yang terpenting hari ini Tama dan Nabilah bisa mengikuti ini. Bukankah ini keinginan mereka selama ini? Keinginan mereka menjadi superstar yang selalu nampang di televisi kayak Boyband and girlband Indonesia yang gak terlalu bergema lagi , tidak seperti waktu awal- awal mereka tampil dan debut? Yang menjamur layaknya jamur di musim penghujan? Bahkan anak-anak bayi di bawah umur, terus bayi di dalam kandungan menyanyikan lagu mereka? Dan malah terkesan menjadi lagu kebangsaan anak-anak TK dan PAUD? Kemudian apalagi, bahkan apalagi, Kuntilanak beserta anak cucunya membuat girlband juga dan menyanyikan lagu kebangsaan girlband favorit mereka ke khalayak ramai Indonesia? Bahkan genderuwo, tuyul, kakek cangkul ikut-ikutan buat boyband saking lakunya waktu itu, bahkan di alam lain? Hweeee! Kenapa penulis yang satu ini banyak sekali mengkritik acara televisi dan penyanyi yang gak berkelas? Tuh kan, malah kritik lagi! Shut up! Shut Up! Mendingan lanjutin ini cerita, dari pada gak kelar-kelar!!!

“ Aigoo!! Bener juga Tam, mereka punya hati pink, tapi bukan kayak kamu! Tapi berhati pink kayak aku!!” sahut Nabilah tak mau kalah, memasang mukanya yang sok unyuk, tapi memang sebenarnya dia unyuk, unyuk banget malahan. Terkesan masih seperti anak SMP yang baru masuk MOS (Masa Orientasi Sekolah )  kemarin pagi. Padahal umurnya yang sudah nangkring di angka 16 dan masuk di deretan kelas 10, bahkan terlihat semakin unyuk dan manis, bahkan ketika umurnya bertambah.

“Kamu berhati pink? Pink dari eyang Subur ya? Aih” ucap tama seraya mengacak-acak rambut Nabilah.

“Aih, ngapain ngacak-ngacak rambut aku? Suka ya kamu? Ngiri rambut saya yang ngalah-ngalahin model iklan shampoo itu? Sapa tuh Sanfra Dewi?!” cerocos Nabilah, tangannya masih sibuk membenarkan rambut hitamnya yang baru saja, ya baru saja diacak-acak oleh Tama.

“Woles Mbak! Mimpinya kelamaan ! Bangun!” celoteh Tama, kembali tangannya mengacak-acak rambut Nabilah untuk yang ke dua kalinya. Untuk hari ini. Hari ini saja, tapi hari-hari kemarin? lebih sering lagi.

“Ih udah si ngacak-ngacak rambut aku! ”

“ Marah! Marah! Makin unyuk lho kalok marah!”

“ Bodo amat!” ucap Nabilah dan menjulurkan lidahnya berniat mengejek Tama.

“ Bibirnya! Aha manyun kayak belum disetrika. Ahaahaha!” ucap Tama sembari tangannya menirik bibir Nabilah yang memang sekarang tengah manyun.

“ Ih kamu tuh ya!!!” cerocos nabilah sambil menjitak kepala Tama.

“ Auw. Aih Parah! Parah! Mainnya jitak kepala! Oke! Fear! Wah ngajak tawuran ini! Fair, aku ladenin! Terima jurus maut aku Yaaaaaaaicccch” tangan Tama menggelitik perut Nabilah.

“Aaaaaaaaaa... geli woy! Mainnya curang nih.” Ucap Nabilah di sela-sela tertawanya karena rasa geli itu mulai menyerang Nabilah.

“Hahahaa... Sapa suruh main-main sama Tama! Matsumo Tama mahendra! Hahaha Pembalasan lebih kejam! Hohohohoho!!” sahut Tama, tangannya masih sibuk menngelitik perut nabilah.

  “Wooooo...” teriak Nabilah dan Tama berbarengan.

“Cupp” Ya ini sulit dijelaskan. Tidak tahu harus narasikan dengan kata-kata apa untuk adegan ini. Yang dapat diketahui, saking gemasnya Tama menggelitik perut Nabilah, sehingga Nabilah dan tama terjatuh bersamaan ke lantai dari semula mereka duduk di kursi tunggu yang tingginya hanya 20cm , untuk mengisi formulir pendaftaran . Tama terjatuh tepat di pinggir , hampir menempel badan Nabialah.Ya, tanpa sengaja bibir Tama mencium kening Nabilah, secara tiba-tiba. Tanpa kompromi. Tanpa kesepakatan. Tanpa diketahui sebelumnya. Suasana menjadi hening seperti di antara bebukitan dengan berguguran bunga-bunga sakura berwarna merah muda. Hanya ada suara sang bayu menyelinap di antara daun-daun hijau yang tengah tertegun melihat adegan mereka berdua. Suara gemericik embun yang terdengar. Ya hanya itu. Apa lagi coba. Oh iya, hanya suara embun yang menetes dan sang bayu yang terdengar. Hampir saja terlupa. Bodohnya narator ini.

Mereka sekarang malah berpandangan setelah Tama menyadari bibirnya menempel di kening Nabilah. Kapan? Baru saja! Ya Baru saja! Belum Lama! Hanya beberapa detik. 30 detik. 30 detik? Bukannya itu lama? Sudahlah! Shut your mouth sweetly! Mereka berpandangan penuh tanya masih dalam posisi yang satu itu, Posisi yang mana? Yang itulah! Yang mana!? Ya posisi ketika mereka jatuh dan Tama mencium kening Nabilah! Lupa Ya ?!

Mereka tetap saja berpandangan, satu detik, dua detik, tiga detik, empat detik, lima detik, enam detik, tujuh detik, delapan detik, sembilan detik, sepuluh detik, sebelas detik, dua belas detik, tiga belas detik, lima belas detik. Eitchh! Empat belas detiknya ketinggalan! Oh iya, empat belas detik, lima belas detik...



................

“ Heh kalian! Niat gak sih mau daftar audisi!?” marah seorang juri mengeluarkan tanduk merah dari kepalanya. Emang bisa manusia mengeluarkan tanduk dari kepala? Gak bisa! :D

Seketika mereka sadar, berhenti dari ritual pandang-pandangan ketika suara itu, suara lolongan juri audisi menyadarkan mereka .





“Sorry !” ucap Tama menampakkan mukanya yang memerah seperti udang bakar. Udang bakar? Udang bakar kan warnanya hitam? Oh iya, maksudnya, udang rebus, mukanya memerah seperti udang rebus.

“..... (sunyi)” Nabilah merapikan dress warna birunya, seraya bangun dari jatuhnya.

“Maafin aku. Kamu gak papa kan?” tanya Tama penuh sesal.

“ Gak papa!” jawab Nabilah, mengambil formulir yang tadi sempat terjatuh . “Ya udah ayok kita langsung aja ke dalem buat nyetorin formulir, trus sekalian perform.” Nabilah berjalan mendahului Tama menuju ruang penjurian.Ternyata. Ya, terselip senyum di bibir merahnya. Pipinya memerah. Tersenyum sepanjang jalan menuju lorong penjurian. Sesekali tangannya meraba bekas ciuman Tama di keningnya, dan bibirnya masih saja tersenyum sipu malu. Tersipu malu atas kejadian tadi. Kejadian tadi.

“ Tungguin aku Bil!” teriak tama menyusul dari belakang, pipinyapun memerah. Bibir merahnya tersenyum penuh sipu. Sipu? Bahagia? Yeah that`s enough to draw the sweet timing.





( Di dalam ruang audisi)

“ Apa-apaan kalian ini. Niat gak sih mau ikutan audisi?! Lama bener!” marah seorang juri wanita, di depannya terdapat papan nama dengan tulisan; juri koreo.

“ Maaf Kak. Tapi ini...” Nabilah belum sempat menjawab, ucapan terhenti ketika tama datang tepat di belakangnya.

“Udah buruan gih! Apa yang kalian bisa lakuin!” timpal juri korea dengan nada meremehkan. “Buruan! Ngapain malah pandang-pandangan kek gitu!”








            To be continued....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Example of Report Text Paper

CHAPTER 1 INTRODUCTION A.     Background             Report text is one of the kinds of text in reading english skill subject. In this paper, will be explained the contents of report text as detail as possible. Hopefully, the readers are easier to understand the materials. B.      Written Purpose 1.       To know the definition of report text 2.       To know the structure, fuction, and feature of report text 3.       To increase the readers’ knowledge about report text CHAPTER 2 CONTENT A.     Definition of Report Text             Report text is a kind of text which   has social function to describe the way things are, with the reference   to a range of natural, man made and social phenomena in our environment.             Report is a text which presents information about something, as it is. It is as a result of systematic observation and analysis.             From the above definition, we can underline the points that : 1.       Repo

Strategi Pembelajaran inkuiri

BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia dewasa ini adalah masalah lemahnya proses pembelajaran yang ada di lembaga pendidikan yang notabennya adalah sekolah pemerintah dan swasta. Dalam proses pembelajaran, si belajar atau peserta didik kurang didorong dan diberikan kesempatan untuk kemampuan berpikir mereka yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan, namun mereka terkesan “dicekoki” dalam proses belajar tradisional yang disebut dengan mengajar yang memusatkan guru sebagai sumber satu- satunya yang dapat digali pengetahuannya (Teacher center). Proses pembelajaran yang ada didalam kelas maupun di luar kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubugkannya dengan sehari-hari sehingga seakan tidak ada korelasinya denga

Konsep Profesi Keguruan (Profesi Kependidikan Subject)

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Masalah Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman dan tekhnologi, masih saja bermunculan permasalahan yang cukup rumit. Salah satu permasalahan yang cukup menonjol dan perlunya sorotan tajam bagi para masyarakat adalah mengenai profesi kependidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia sendiripun dihadapkan dengan beberapa permasalahan yang signifikan. Dalam Term of Reference EADC 2010 dengan Tema “Cerdas Indonesiaku” memaparkan bahwa  rendahnya kualitas guru di Indonesia merupakan rangkaian dari rantai masalah pendidikan di Indonesia yang harus diberantas hingga ke akarnya. Hal ini berkaitan dengan peran guru yang merupakan komponen penting dalam dunia pendidikan yang berada di barisan terdepan. Khalayak masyarakat masih saja meperdebatkan mengenai ketidakperluannya seorang guru yang memiliki sertifikasi profesional sebagai guru yang kompeten dan memumpuni dalam profesi kependidikannya. Padahal jelas adanya, telah disebut